BAB
I
PENDAHULUAN
Globalisasi mendorong perkembangan ekonomi yang sangat pesat,
sehingga diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi, khususnya
bagi lembaga pemberi piutang seperti bank dan lembaga keuangan lainnya, untuk
menjamin kembalinya haknya. Banyak benda yang bisa dijaminkan dalam
perhutangan, bisa benda bergerak ataupun benda tak bergerak.
Hak tanggungan merupakan jaminan benda tak bergerak, tentang hak tanggungan ini
mulai berlaku tanggal 19 april 1996 dengan UU No. 4 tahun 1996. Pada
dasarnya, pada UU no. 5 tahun 1960 telah dijanjikan bahwa akan
diatur hak tanggungan sebagai hak yang memberi jaminan atas tanah dan
benda-benda yang berada atas tanah itu, baik berikut dengan benda-benda atas
tanah tersebut atau tidak, akan dibuat peraturannya oleh pemerintah.
Hapusnya hak atas tanah banyak terjadi
karena lewatnya waktu, untuk mana hak itu diberikan. Hak-hak yang lebih rendah
tingkatannya daripada hak milik seperti hak guna bangunan, hak guna usaha dan
hak pakai terbatas waktu berlakunya, sekalipun secara fisik masih tetap ada.
Dengan berakhirnya hak atas tanah yang bersangkutan, maka hak atas tanah yang
bersangkutan kembali kepada yang bersangkutan atau pemiliknya dan kalau hak
tersebut diberikan oleh negara, maka tanah tersebut kembali kepada kekuasaan negara.
Berlakunya undang-undang hak tanggungan No.4 tahun 1996, menghapus
ketentuan tentang hipotik serta creditverband. Sebelum ada Undang-undang No. 4
Tahun 1996, yang dapat dijadikan jaminan hipotik adalah hak-hak tertentu atas
tanah seperti : hak milik, hak hak guna bangunan. Hak pakai belum dimungkinkan untuk
dijadikan jaminan untuk hutang. Tapi, pada Undang-undang hak tanggungan tahun
1996, hak pakai tertentu yaitu yang wajib didaftarkan dan menurut sifatnya
dapat dipindah tangankan, telah dijadikan juga sebagai objek dari
hak tanggungan. Undang – undang hak tanggungan
memiliki cakupan lebih luas dibanding undang-undang sebelumnya, terutama dalam
rangka proses
pembangunan secara besar-besaran dibidang ekonomi pada umumnya dan real estate
pada khususnya yaitu, dalam rangka program pemerintah yang
diselenggarakan dengan mendirikan rumah susun, apartement dan komdominium.
Ternyata atas bends seperti ini diberi kesempatan untuk dijadikan sebagai objek
hak tanggungan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan pada hak atas
tanah sebagaimana di maksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda –
benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,untuk pelunasan hutang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor–kreditor lain. Dari definisi di atas dapat
di simpulkan bahwa hak tanggungan merupakan
hak jaminan untuk pelunasan hutang (kredit).
Dapat di bebankan pada hak atas tanah, dengan atau tanpa benda di atasnya.
Menimbulkan kedudukan di dahulukan dari pada kreditor-kreditor lain.
Dapat di bebankan pada hak atas tanah, dengan atau tanpa benda di atasnya.
Menimbulkan kedudukan di dahulukan dari pada kreditor-kreditor lain.
Pengertian hak tanggungan sebagaimana dimuat dalam pasal 1 butir 1
UUHT di atas, sangat dipengaruhi oleh asas pemisahan horizontal dalam hukum
tanah berdasarkan UUPA. Asas pemisahan horizontal ini menyebabkan hak atas
tanah dapat dipisahkan dengan hak atas benda-benda di atas tanah tersebut.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa banyak bangunan yang tidak dapat dipisahkan dengan tanahnya, sehingga dimungkinkan obyek hak tanggungan adalah hak atas tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, jika hal ini dilakukan, maka para pihak harus menyatakannya secara tegas didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) bahwa Hak Tanggungan tersebut adalah hak atas tanah beserta benda-benda lain di atasnya.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa banyak bangunan yang tidak dapat dipisahkan dengan tanahnya, sehingga dimungkinkan obyek hak tanggungan adalah hak atas tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, jika hal ini dilakukan, maka para pihak harus menyatakannya secara tegas didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) bahwa Hak Tanggungan tersebut adalah hak atas tanah beserta benda-benda lain di atasnya.
B.
Sifat dan
Ciri Hak Tanggungan
Hak tanggungan sebagai
lembaga jaminan atas tanah yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi
para pihak, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau
mendahului kepada pemegangnya (kreditor tertentu).
Dari definisi mengenai hak
tanggungan sebagaimana dikemukakan di atas, diketahui bahwa hak tanggungan
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor terhadap kreditor-kreditor
lain. Yang
dimaksud dengan “kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”, dapat dijumpai dalam
Penjelasan Umum angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yaitu :
“…. Bahwa jika debitur cidera janji, maka kreditor
pemegang Hak Tanggungan berhak menjual tanah yang dijadikan jaminan melalui pelelangan
umum, menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang bersangkutan, dengan
hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lain….”. Ciri ini dalam ilmu hukum
dikenal dengan istilah droit de preference.
2. Selalu
mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
menyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun
objek tersebut berada,14 sehingga hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun
objek hak tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh
sebab apa pun juga. Asas yang disebut droit de suite memberikan kepastian
kepada kreditur mengenai haknya untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan
atas tanah -penguasaan fisikatau Hak Atas Tanah -penguasaan yuridis, yang
menjadi objek hak tanggungan bila debitor wanprestasi, sekalipun tanah atau hak
atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan itu dijual oleh pemiliknya atau pemberi
hak tanggungan kepada pihak ketiga.
3. Memenuhi asas spesialitas dan asas
publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum
kepada pihak yang berkepentingan.
Asas spesialitas
diaplikasikan dengan cara pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah. Sedangkan asas publisitas diterapkan pada saat pendaftaran
pemberian hak tanggungan di Kantor Pertanahan. Pendaftaran tersebut merupakan syarat
mutlak untuk lahirnya hak tanggungan tersebut dan mengikatnya hak tanggungan
terhadap pihak ketiga.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Keistimewaan
lain dari hak tanggungan yaitu bahwa hak tanggungan merupakan hak jaminan atas
tanah yang mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitor wanprestasi
tidak perlu ditempuh cara gugatan perdata biasa yang memakan waktu dan biaya.
Bagi kreditor pemegang hak tanggungan disediakan cara-cara khusus, sebagaimana yang
telah diatur dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Menurut Prof.
Ny. Arie S. Hutagalung, S.H., MLI. Dengan ciri-ciri tersebut diatas, maka
diharapkan sektor perbankan yang mempunyai pangsa kredit yang paling besar
dapat terlindungi dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dan secara tidak
langsung dapat menciptakan iklim yang kondusif dan lebih sehat dalam
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Disamping empat cirri di atas Hak
Tanggungan juga memiliki beberapa sifat, seperti :
a.
Hak
Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi
Maksud dari hak tanggungan
tidak dapat dibagi-bagi, yaitu hak tanggungan membebani secara utuh objeknya
dan setiap bagian dari padanya18. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak
membebaskan sebagian objek dari beban hak tanggungan. Hak tanggungan yang
bersangkutan tetap membebani seluruh objek untuk sisa utang yang belum
dilunasi. Akan tetapi seiring berkembangnya kebutuhan akan perumahan, ketentuan
tersebut ternyata menimbulkan permasalahan yaitu dalam hal suatu proyek
perumahan atau rumah susun ingin diadakan pemisahan. Apabila tanahnya
dibebankan hak tanggungan, ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah akan menyulitkan penjualan rumah atau satuan rumah susun yang
telah dibangun tersebut. Oleh karenanya untuk mengatasi permasalahan, maka
ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah membuka kesempatan
untuk menyimpangi sifat tersebut, jika hak tanggungan dibebankan pada beberapa
Hak Atas Tanah dan pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan angsuran
sebesar nilai masingmasing Hak Atas Tanah yang merupakan bagian dari objek hak tanggungan
yang akan dibebaskan dari hak tanggungan tersebut. Dengan demikian hak
tanggungan hanya akan membebani sisa objek untuk sisa hutang yang belum
dilunasi. Agar hal ini dapat berlaku, maka harus diperjanjikan dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan.
b.
Hak
tanggungan merupakan perjanjian accesoir
Hak tanggungan diberikan untuk menjamin
pelunsaan hutang debitor kepada kreditor, oleh karena itu hak tanggungan
merupakan perjanjian accesoir pada suatu perjanjian yang menimbulkan
hubungan hukum utang-piutang sebagai perjanjian pokok. Kelahiran, eksistensi,
peralihan, eksekusi, berakhir dan hapusnya hak tanggungan dengan sendirinya
ditentukan oleh peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin pelunasannya. Tanpa
ada suatu piutang tertentu yang secara tegas dijamin pelunasannya, maka menurut
hukum tidak akan ada hak
tanggungan.
C.
Tata Cara Pemberian Hak Tanggungan
Setelah terjadi kesepakatan hutang piutang dengan hak tanggungan
antara kreditor dan debitor, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan :
1. Membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (atara lain berupa perjanjian pemberian kredit atau akad kredit) yang pelunasannya dijamin dengan hak tanggungan.
1. Membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (atara lain berupa perjanjian pemberian kredit atau akad kredit) yang pelunasannya dijamin dengan hak tanggungan.
2. Membuat
perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan kedalam akte pemberian hak
tanggungan (APHT) oleh notaries / PPAT.
3. Melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan yang
sekaligue merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan.
Perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (antara lain perjanjian
pemberian kredit yang dijamin dengan hak tanggungan dapat dibuat dengan akte
dibawah tangan atau dengan akte otentik. Perjanjian ini merupakan
perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pemberian hak tanggungan merupakan
perjanjian ikutan (accessoir) pada perjanjian pokok. Dalam pemberian hak
tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jikan dengan
lasan yang dapat dipertanggung jawabkan yang bersangkutan tidak dapat hadir
sendiri, maka ia wajib menunjuk kuasa dengan surat kuasa membebankan hak
tanggungan yang berbentuk akte otentik. Pembuatan surat kuasa membebankan hak
tanggungan dapat dilakukan oleh notaris / PPAT yang keberadaannya sampai di
wilayah kecamatan.
Hak tanggungan baru lahir ketika hak tanggungan tersebut dibukukan
dalam buku tanah dikantor pertanahan. Pendaftaran menentukan kedudukan kreditor
sebagai kreditor diutamakan terhadap kreditor-kreditor lain dan menentukan
peringkat kreditor dalam hubungannya dengan kreditor lain yang juga pemegang
hak tanggungan atas tanah yang sama sebagai jaminannya. Peringkat masing-masing
hak tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor
pertanahan. Peringkat hak tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama
ditentukan menurut nomor urut APHTnya, hal ini dimungkinkan karena pembuatan
beberapa APHT atas satu objek hak tanggungan hanya dapat dilakukan oleh PPAT
yang sama.
Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani
dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu
hutang. Pemilik tanah atau persil yang telah menjaminkan tanah atau persilnya,
dapat menguasai tanah itu atau menjualnya, karena hak tanggungan akan tetap
melekat membebani tanah ditangan siapapun tanah itu berpindah. Menurut
pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam APHT.
Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak berpengaruh terhadap
keabsahan APHT. Pihak-pihak bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak
mencantumkan janji-janji tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut
dalam APHT yang kemudian didaftarkna pada kantor pertanahan, akan menyebabkan
janji-janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat pada pihak ketiga. Janji-janji yang
dimaksud diatas antara lain:
1. Janji
yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan objek hak
tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau
menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu
dari pemegang hak tanggungan.
2. Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak
tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek hak tanggungan
kecuali, dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan.
3.
Janji yang memberi wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk mengelola objek
hak tanggungan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh
ingkar janji.
4. Janji
yang memberikan wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk menyelamatkan objek
hak tanggungan, jika hal itu diperlukab untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk
mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak
tanggungan kartena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.
5. Janji
bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas
kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor ingkar janji.
6. Janji
yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak tanggungan
tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
7. Janji
bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek hak
tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak
tanggungan.
8. Janji
bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti
rugi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, apabila
objek hak tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut
haknya untuk kepentingan umum.
9. Janji
bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang
asuransi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika
objek hak tanggungan diasuransikan.
10.Janji
bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu
eksekusi hak tanggungan.
11. Janji
yang dimaksud pada pasal 14 ayat 4 UUHT, karena tanpa janji ini, sertifikat hak
tanah yang dibebani hak tanggungan akan diserahkan kepada pemberi hak
tanggungan.
D. Eksekusi
Hak Tanggungan.
Apabila debitor tidak memenuhi janjinya, yakni tidak melunasi hutangnya
pada waktu yang telah ditentukan, maka berdasarkan pasal 20 UUHT pemegang hak
tanggungan pertama atau pemegang sertifikat hak tanggung andengan title
eksekutorial yang tercantum dalam sertifikat hak tanggungan tersebut,
berhak menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum menurut tata cara
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang
pemegang hak tanggungan dengan hak didahulukan dari kreditor-kreditor lain.
Menurut pasal 1 butir 2 keputusan menteri keuangan No. 293/KMK09/1993, yang dimaksud piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang tersebut jatuh tempo, tidak dilunasi oleh pemegang hutang sebagaimana mestimya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Jika, piutang macet adalah piutang Negara termasuk tagihan bank-banak pemerintah maka, penyeslesaiannya melalui badan urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) dan jika piutang tersebut milik bank swasta atau perseorangan termasuk badan hukum-badan swasta maka, penyelesaiannya melalui pengadilan negeri.
Menurut pasal 1 butir 2 keputusan menteri keuangan No. 293/KMK09/1993, yang dimaksud piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang tersebut jatuh tempo, tidak dilunasi oleh pemegang hutang sebagaimana mestimya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Jika, piutang macet adalah piutang Negara termasuk tagihan bank-banak pemerintah maka, penyeslesaiannya melalui badan urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) dan jika piutang tersebut milik bank swasta atau perseorangan termasuk badan hukum-badan swasta maka, penyelesaiannya melalui pengadilan negeri.
Sertifikat hak tanggungan diterbitkan oleh kepala badan pertanahan
nasional dan dapat langsung dimohonkan eksekusi jika, memuat irah-irah dengan
kata-kata “demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha Esa”,
irah-irah tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan
pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini sesui dengan
bagian ke-II dari nomor 9 memori penjelasan bagian hukum atas Undang-undang hak
tanggungan tahun 1996 yang menjelaskan lebih lanjut bahwa sertifikat hak
tanggungan yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hak tanggungan
dibutuhkan pencantuman irah-irah tersebut.
Menurut pasal 14 ayat 2 dinyatakan bahwa kata-kata sacral “demi
keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esadicantumkan pada sertifikat hak
tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial dengan kekuatan hukum tetap dan
dinyatakan berlaku sebagai pengganti grosse akte hipotik sepanjang mengenaii
hak atas tanah. Dalam undang-undang hak tanggungan tentang eksekusi belum
diatur, maka peraturan mengenai eksekusi hipotik yang diatur dalam HIR dan RBg
berlaku sebagai eksekusi hak tanggungan, memang bahwa sejak lahirnya
undang-undang hak tanggungan.
Penyelesaian piutang melalui BUPLN dilaksanakan dengan menerbitkan
surat paksa atau surat pernyataan bersama dan jika melalui penmgadilan negeri,
debitor akan dipanggilan oleh ketua pengadilan negeri setelah ketua pengadilan
negeri meneriam permohonan dari kreditor. Awalnya penanggung hutang diminta untuk
membayar secara sukarela dengan melalui teguran dan diberi kesempatan selama 8
hari untuk membayarnya, jika tidak dibayar, maka eksekusi akan dilanjutkan
dengan menyita hartanya dan kemudian dilelangkan untuk melunasi hutangnya.
Dalam penyelesaian melalui pengadilan negeri sebelumhak tanggungan dilelang,
didahului dengan pengumuman dalam surat kabar didaerah tersebut sebanyak dua
kali dengan tenggang waktu 15 hari. Apabila penjualan melalui
pelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tinggi, maka atas
kesepakatan pemberi dan penerima hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan
dapat dilaksanakan dibawah tangan. Sampai pada saat pengumuman lelang
dikeluarkan, masih dapat dibatalkan jika hutang terlebih dahulu dibayar oleh
pemilik hutang.
Jika hutang yang dijamin dengan hak tanggungan dilunasi, maka
badan pertanahan akan mencoret catatan hak tanggungan pada buku tanah dan
sertifikat haka atas tanah yang dijakdikan objek hak tanggungan atau dengan
catatan dari kreditor pemberi hak tanggungan meminta pada badan pertanahan
untuk mencoretnya. Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan bahwa
hutang telah lunas, maka pihak yang berkepentingan bisa meminta melalui kepada
ketua pengadilan negeri setempat, dengan penetapan pengadilan negeri maka
debitor memohon pencoretan pada kantor pertanahan.
BAB III
KESIMPULAN
1. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan
pada hak atas tanah sebagaimana di maksud dalam UUPA yang erupakan hak jaminan
untuk pelunasan hutang (kredit). Hak ini dapat di bebankan pada hak atas tanah,
dengan atau tanpa benda di atasnya.
2.
Hak tanggungan
yang memiliki kepastian hukum kuat bagi para pihak, mempunyai empat cirri yaitu
: memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya
(kreditor tertentu), selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun
objek itu berada, Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat
mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang
berkepentingan, mudah
dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
3.
Tindakan yang harus dilakukan setelah terjadi kesepakatan
hutang piutang dengan hak tanggungan antara kreditor dan debitor yaitu
membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang, membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan kedalam akte pemberian hak tanggungan (APHT) oleh notaries / PPAT dan melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan.
membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang, membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan kedalam akte pemberian hak tanggungan (APHT) oleh notaries / PPAT dan melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan.
4. Eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan jika debitor
tidak memenuhi janjinya untuk melunasi hutangnya pada waktu yang ditentukan,
maka pemegang hak tanggungan pertama atau pemegang sertifikat hak tanggung
andengan title eksekutorial yang tercantum dalam sertifikat berhak menjual
objek hak tanggungan melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan untuk yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Adjie,
Habib. 2000. Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah. Bandung: CV. Mandar Maju.
Muljono, Eungenia Liliawati. 2003. Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan. Jakarta:
Harvarindo.
Satrio, J. 2004. Hukum
Jaminan, Hak Jaminan, Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2. Bandung : PT Citra
Aditya Bakti.
Sutan ,Remy Sjahdeni. 2002. Hukum Kepailitan. Yogyakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Sutan ,Remy Sjahdeni. 2002. Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi. Yogyakarta: Pustaka Utama.
Raja saor blog: Hak
tanggungan ( Subjek, Objek, Sifat dan Ciri ). Diakses tanggal 20 April
2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar